Syair pujian Tuhan dan humor sensual dalam tradisi lisan Sumbawa

 

oleh: Annisa Hidayat*

Berbicara tentang tradisi lisan berarti berbicara tentang kehidupan masyarakat Sumbawa. Lebih dari sekedar hiburan, tradisi lisan merupakan ekspresi kehidupan budaya masyarakat Sumbawa. Tradisi lisan dapat ditemukan di hampir setiap acara seperti pernikahan, khitanan, peringatan kemerdekaan, perayaan keagamaan, Maulid Nabi Muhammad, dan festival seni-budaya.



foto: Penampilan sakeco perempuan saat Festival Budaya Sumbawa 2021 di Taman Budaya NTB

 

Ungkapan puitis dalam kehidupan sehari-hari

Maysarakat Sumbawa menyebut diri mereka 'Tau Samawa' yang berarti 'orang asli Sumbawa'. Dalam buku Pilar-pilar Budaya Sumbawa (2015: 40), Kalimati menjelaskan bahwa istilah Tau Samawa membedakan masyarakat dengan suku bangsa lain yang tinggal di pulau tersebut. Penjelasan lebih lanjut, istilah tersebut mencirikan masyarakat Sumbawa dalam sastra lisan ketika kesenian diekspresikan. Selain itu, mengacu pada dua wilayah; Sumbawa Besar dan Sumbawa Barat, istilah ano siyup (matahari terbit) untuk Sumbawa Besar dan ano rawi (senja) untuk Sumbawa Barat adalah ungkapan puitis yang selalu dihadirkan dalam sastra lisan ketika para penyanyi atau pujangga menyebut kedua daerah tersebut. Bahkan pada nama orang dan tempat, penggunaan istilah ano rawi dan ano siyup sering dijumpai pada nama anak, restoran, hotel, travel agent, produk makanan, dan merk bisnis lainnya. Karena istilah tersebut sering ditemukan dalam seni puisi lisan Sumbawa, maka istilah tersebut menjadi istilah favorit yang digunakan di masyarakat.

Ada banyak jenis kesenian dalam kebudayaan Sumbawa, yang paling dikenal  adalah seni sastra “lawas” atau puisi lisan. Hampir setiap lirik dalam tradisi lisan, baik dongeng, tembang, pantun, dan lainnya banyak dipengaruhi unsur lawas di dalamnya. Lawas sendiri memiliki berbagai tema, diantaranya lawas pamuji (puijian kepada Tuhan) atau lawas akherat, percintaan muda-mudi, politik, pendidikan, peristiwa, dan humor atau racik.

 

Syair lawas pamuji atau lawas akherat

Masyarakat Sumbawa memegang falsafah hidup lama, dalam Bahasa Sumbawa: “Adat Barenti ko Syara’, Syara’ Barenti ko Kitabullah” yang artinya budaya lokal berdasarkan Syariah dan Syariah berdasarkan Al-Qura’an. Falsafah ini telah dibuat oleh nenek moyang, bertujuan untuk mengarahkan orang untuk bertindak dan berpikir berdasarkan nilai-nilai Tau Samawa yang percaya pada Syariah dan Al-Qur’an.

Berikut contoh lawas pamuji/pasatotang (akherat) yang dikutip dari buku Serium Lawas Samawa, (2018:53).

Ling dunia pang tu tanam                      di dunia kita menanam

Pang Akherat po tu pata                        di akhirat kita memanen

Ka tu boat nan po ada                           kita terima apa yang kita lakukan

Jira nusung ko dunia                             terlalu bangga akan dunia

No monda rajin ibadat                           malas melakukan ibadah

Datang mate nan po mato                      Ketika ajal datang barulah sadar

 

Na kalupa totang mate                           ingatlah selalu kematian

mu katipu ling dunia                              tertipu oleh dunia

nan po rena sajan parak                        akhirat semakin dekat

benru parak mo ke ajal                          ketika ajal begitu dekat

sakit mo boat ibadat                              terasa susah beribadah

nan po masa sesal diri                           penyesalan pun datang

 

salah satu contoh syair puisi lisan dalam pertunjukan seni Sumbawa yang mengandung pujian kepada Tuhan, ajaran untuk beribadah dan peringatan akan kematian. Biasanya lawas selalu ada dalam festival seperti perayaan ulang tahun daerah atau bahkan acaa Islami. Lawas pujian adalah salah satu lawas yang paling dihargai masyarakat setempat. Selain lawas tema agama, lawas tema humor pun adalah salah satu syair yang paling dinantikan penonton.

 

Syair lawas humor sensual 

Lawas humor biasanya ada pada akhir pertunjukan Sakeco (seni pertunjukan dengan menembangkan lawas dalam lirik cerita sambil memainkan rebana, ditampilkan minimal oleh dua orang sambil bersahutan). Lawas tema humor dalam sakeco disebut racik. Dalam racik biasanya syairnya mengandung kata-kata vulgar sebagai humor.

Contoh lawas aau puisi lisan dengan tema sensual sebagai humor yang dikutip dari berbagai pertunjukan seni Sakeco.

Tubersatu malam ini                                       Kita bersatu malam ini

Ke gadis nama kartini                                    dengan gadis bernama Kartini

Maaf adi numpang tanya                                maaf adinda, numpang tanya

Kalau mau sama mau                                     kalau mau sama mau

Buka lubang tutup lubang                              buka lubang tutup lubang

Tu bawa ko bale penghulu                              kita ke rumah penghulu

Dapat mu bale penghulu                                sampai di rumah penghulu

Ya pariksa buka dulu                                      diperiksa dan dibuka dulu

Lamen tutu adi rela                                        jika benar adinda rela

Jangan sampai banyak omong           jangan sampai banyak omong

Ibarat tu main bola                                         ibarat kita main bola

Temak langsung jaring lantar jaring             tendang langsung tembus jaring

 

Setelah syair terakhir biasanya penonton akan tertawa meriah, mereka bersorak dan bertepuk tangan. Syair dalam humor sensual memang sering menggunakan kata-kata yang dalam masyarakat bersifat vulgar, namun dianggap sebagai hiburan semata. Dalam pertunjukan tradisi lisan seperti seni Sakeco, tema akherat atau keagamaan, biasanya unsur lawas pujian Tuhan dinyanyikan di awal dan inti syair, namun pada bagian terakhir sering ditutup dengan humor sensual agar masyarakat terhibur. Tradisi lisan mengalami banyak perkembangan sesuai dengan perubahan jaman, dan tradisi lisan dengan nilai agama dan ditutup dengan humor sensual masih menjadi hiburan yang diminati masyarakat hingga sekarang. (**)



*Annisa Hidayat adalah peneliti, penulis, dan editor.

**terbit di kicknewstoday

Comments

Popular Posts